Anda Pilih Mana? Wortel, Telur atau Kopi?

Standar

Masalah adalah hal yang wajar bagi setiap manusia. Namun, tidak semua orang dapat merespon hadirnya masalah itu dengan senyum dan berpikir positif tentangnya. Kadang, manusia mendadak menjadi wortel, yang ketika dipanaskan dalam air mendidih, ia menjadi lembek. Mendapatkan musibah atau hal apa pun yang tidak diinginkan kehadirannya, menjadikannya lemah dan berputus asa. Seolah adanya masalah adalah akhir dari segalanya. Dunia menjadi terhenti dan hilang sudah semangat untuk melanjutkan hidup ke arah yang lebih baik.

Atau bahkan menjadi telur, yang ketika dipanaskan di dalam air yang sama panasnya, akan menjadi keras. Jika ditimpa hal yang dianggapnya sebagai masalah, ia langsung berontak pada Tuhan dan kemudian menggugat Tuhannya “Mengapa ini terjadi padaku?” seraya mengeraskan hatinya untuk menjauh dari sang pemilik segalanya, Allah Swt. Ia cerca hadirnya masalah tersebut dengan penuh benci dan dendam.

Atau menjadi kopi, yang ketika dipanaskan dengan air mendidih, ia malah akan membaur dengan masalah itu dan kemudian dapat dinikmati menjadi minuman yang sangat lezat. Ia nikmati kehadiran masalah itu. Ia hirup aromanya dalam-dalam. Kemudian diminumnya dengan perlahan dan penuh sikap kehati-hatian.  Ia nikmati teguk demi teguknya, detail demi detailnya.  Lantas, dijadikannya masalah itu sebagai sesuatu hal yang dapat mendewasakan dirinya. Sebagai sesuatu yang dapat memberikan pelajaran berharga baginya.

Ya, ketiganya (wortel, telur dan kopi) dipanaskan dengan “masalah” yang sama. Tapi, respon yang berbeda tentu akan memberikan hasil yang berbeda pula. Artinya, masalah yang sama pada manusia bisa saja memiliki nilai yang berbeda jika mind set yang kita gunakan berbeda. Sebab, sikap merupakan hasil cerminan dari mind set kita. Seperti apa yang dikatakan oleh orang-orang bijak bahwa “you are what you think”, kamu adalah apa yang kamu pikirkan. Jika kehadiran masalah dianggap sebagai sesuatu yang dibenci, maka apa yang kita hasilkan adalah hal yang kita benci pula. Begitu pun sebaliknya. Di sinilah pentingnya kita, sebagai hamba Tuhan untuk selalu berhusnudzon. Sebagiamana tercantum dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muttafaq ‘Alaih “Aku (Allah) sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku.”

Lagi pula, bukankah Allah sudah berjanji dalam firman-Nya bahwa Dia tidak akan memberikan cobaan pada hamba-Nya melebihi kemampuan sang hamba? “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. Al-Baqarah: 286). Oleh karena itu, masalah yang datang silih berganti tiada henti pada hakikatnya merupakan bukti kasih sayang Tuhan pada hamba-Nya agar sang hamba dapat hijrah dari satu titik ke titik yang jauh lebih baik. “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (QS. Al-Insyiroh: 6-8)

Jadi, Anda mau pilih mana? Tetap menjadi wortel yang lemah, telur yang keras, atau kopi yang nikmat?

 

*Ditulis oleh Lina Sellin, dan pernah dimuat di situs Mizan.com.

(Silakan meng-copy, asal menyertakan sumber)