Indahnya Hidup (Tanpa) Cangkang

Standar

images

Gambar diambil dari OretOret.Com

Biaya hidup itu mahal, Bro! Butuh makan, butuh minum, dan tentunya butuh gaya!

Catet, GAYA!

Begitu kira-kira teman saya berusaha menjeleskan dengan berapi-api, bahwa betapa hidup ini sungguh amatlah sulit dijalani. Bagi dia, yang bukan cuma harus mengisi perutnya sendiri, tapi juga istri dan anaknya–hidup ini penuh liku, dan karenanya harus “pinter” menggilas sana-sini. Bahkan bila perlu, harus menggunakan topeng untuk bisa meng-goal-kan target hidupnya.

Demi harga diri, katanya. Juga, demi image di mata publik. Image di mata teman, keluarga, dan tentu di mata siapa saja yang “melihat” kehidupannya.

Lanjutnya, bila orang lain “sanggup” makan di resto ternama, lalu kenapa kita tidak? Bila orang lain “bisa” memakai pakaian branded, kenapa kita tidak? Dan bila teman kita “sanggup” berlibur “menikmati” alam bebas di luar sana, kenapa kita tidak? Meski harus gali lubang tutup lubang, pinjam sana sini, atau bahkan mengencangkan perut selama sebulan penuh, tak masalah, asal bisa memajang foto “keren” mengikuti tren jaman now!

Mendengar “celotehan” teman saya ini, saya kemudian teringat akan petuah Mevlana Rumi, bahwa alangkah indahnya hidup bila dijalani tanpa cangkang. Dan, kita memang sudah semestinya hidup tak bercangkang. Sebab, cangkang bukan hanya “memberatkan” langkah kita untuk maju menemui-Nya, tapi juga lebih dari itu–kita ternyata “tertipu” oleh bentuk cangkang kita sendiri. Dan, bukankah hal yang paling menyakitkan bagi seseorang adalah karena “ditipu”? Dibohongi? Dikhianati?, apalagi oleh sosok “diri sendiri”.

“Bila makrifat kepada Dzat ingin kau dapat, lepas aksara, galilah makna.
Bila kau bijak, ambilah mutiara dari cangkangnya … jangan terpaku pada kulit …” (Mevlana Rumi)

Tinggalkan komentar